701 Views |
Polemik Terkait Perubahan Kenaikan UMP DKI Jakarta Tahun 2022
3 Januari 2022
A. PENGANTAR
Pada 16 Desember 2021, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 dan menetapkan UMP DKI Jakarta untuk tahun 2022 sebesar Rp. 4.641.854.- (“Kepgub 1517/2021”).
Adanya Kepgub 1517/2021 seakan menjadi penutup dari serangkaian peristiwa yang terjadi sebelumnya seputar penetapan UMP DKI Jakarta antara lain aksi demonstrasi di depan Balai Kota pada 18 November 2021 dimana Gubernur DKI Jakarta menemui dan berbicara langsung dengan massa buruh, lalu dilanjutkan dengan adanya surat yang dikirimkan oleh Gubernur DKI Jakarta kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia pada 22 November 2021.
Namun demikian, Kepgub 1517/2021 justru berbalik menjadi pembuka perselisihan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kalangan pengusaha di DKI Jakarta karena penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2022 dianggap bertentangan dengan formula perhitungan UMP yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”). Sikap penolakan tersebut antara lain disampaikan oleh Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta[1] dan Asosiasi Pengusaha Indonesia DKI Jakarta. [2]
B. KRONOLOGIS PENETAPAN UMP DKI JAKARTA TAHUN 2022
9 November 2021
Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor B-M/383/HI.01.00/XI/2021 tentang Penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan Dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2022 kepada Para Gubernur se-Indonesia (“Surat Edaran Menaker 383/2021”).
Dalam Surat Edaran Menaker 383/2021 disampaikan beberapa hal antara lain
a) Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Propinsi (“UMP”) paling lambat pada tanggal 21 November,
b) Nilai UMP tahun 2022 ditetapkan pada nilai tertentu diantara batas atas dan batas bawah pada wilayah yang bersangkutan dengan menggunakan formula penyesuaian sebagaimana diatur dalam Pasal 26 PP Pengupahan,
c) Data yang digunakan pada formula upah minimum berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik,
d) Penetapan UMP merupakan bagian dari program strategis nasional yang dinyatakan pada Pasal 4 ayat 2 PP Pengupahan,
e) Merujuk kepada pasal 4 ayat 3 PP Pengupahan, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan pengupahan wajib berpedoman pada kebijakan pemerintah pusat, dan
f) Merujuk kepada pasal 67 huruf b dan f dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur wajib menaati seluruh ketentuan perundang-undangan dan wajib melaksanakan program strategis nasional.
15 November 2021
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor 561/6393/SJ mengenai Penetapan Upah Minimum Tahun 2022. Dalam Surat Edaran Mendagri disampaikan antara lain meminta Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
“Syarat tertentu dimaksud meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi di kabupaten/kota yang bersangkutan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Penetapan dimaksud dengan memperhatikan batas waktu yang tercantum pada Pasal 29 dan Pasal 35 PP Nomor 36 Tahun 2021” disampaikan oleh Zanariah selaku Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan secara daring pada Senin, 29 November 2021.[3]
19 November 2021
Gubernur DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 (“Kepgub 1395/2021”). Dalam Kepgub 1395/2021 disebutkan bahwa UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp. 4.453.935.
Dalam bagian menimbang, disebutkan bahwa penetapan UMP DKI Jakarta 2022 didasarkan kepada (a) Pasal 27 dan 29 PP Pengupahan, dan (b) rekomendasi Dewan Pengupahan Propinsi DKI Jakarta melalui surat tanggal 15 November 2021 Nomor I/Depeprov/XI/2021.
Gubernur DKI Jakarta menjelaskan kepada massa buruh dalam aksi demonstrasi pada 18 November 2021 sebagai berikut: “Untuk menaikkan UMP ada ketentuannya yang harus ditaati, tapi untuk yang menurunkan biaya hidup kami bisa bantu di situ”[4] dan “Maka kami keluarkan (SK) yang masih sesuai dengan PP (Nomor) 36, sambil kami kirimkan surat. Itu yang sudah kami lakukan. Kami minta teman-teman bantu untuk membuat ini tuntas, dan semoga nanti kami akan dapat hasil optimal,"[5]
22 November 2021
Gubernur DKI Jakarta mengirimkan Surat Nomor 533/-085.15 tertanggal 22 November 2021 kepada Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia yang pada intinya menyatakan bahwa kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp.38.000 dirasa amat jauh dari layak dan tidak memenuhi rasa keadilan.
Atas keadaan tersebut, Gubernur DKI Jakarta mengusulkan kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk dapat meninjau kembali formula penetapan UMP sebagaimana diatur dalam PP Pengupahan agar dapat memenuhi asas keadilan dan hubungan industrial yang harmonis.[6]
16 Desember 2021
Gubernur DKI Jakarta menerbitkan Kepgub 1517/2021 dan manyatakan bahwa UMP DKI Jakarta 2022 menjadi sebesar Rp. 4.641.854.- serta mencabut Kepgub 1395/2021.
Dalam bagian menimbang dan mengingat, Kepgub 1517/2021 tidak mencantumkan PP Pengupahan yang justru sebelumnya dicantumkan sebagai salah satu dasar pertimbangan pada Kepgub 1395/2021.
Perubahan lainnya yang mana sebelumnya tidak ada dalam Kepgub 1395/2021 adalah diktum Ketujuh dari Kepgub 1517/2021 yang menyatakan bahwa pedoman pelaksanaan upah minimum propinsi DKI Jakarta tahun 2022 selama masa pandemik Covid 19 ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta.
24 Desember 2021
Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Nomor 3781 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Upah Minimum Tahun 2022. Pada bagian Lampiran disebutkan bahwa dalam hal Pengusaha mengalami dampak ekonomi yang signifikan atas adanya pandemik Covid 19, maka Pengusaha dapat mengajukan permohonan penyesuaian pembayaran upah minimum tahun 2022 kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Propinsi DKI Jakarta.
C. UMP 2022 MANA YANG BERLAKU KEPADA PIHAK PENGUSAHA DAN PIHAK PEKERJA?
Polemik diatas timbul dengan mempertimbangkan bahwa UMP sebesar Rp. 4.453.935 yang diatur dalam Kepgub 1395/2021 adalah UMP yang perhitungannya sesuai dengan formula yang telah diatur oleh PP Pengupahan, sementara UMP sebesar Rp. 4.641.854.- yang diatur dalam Kepgub 1517/2021 adalah UMP yang perhitungannya tidak sesuai dengan formula dalam PP Pengupahan.
Bahwa indikasi UMP dalam Kepgub 1517/2021 tidak dihitung sesuai dengan PP Pengupahan dapat dilihat dari hilangnya PP Pengupahan sebagai salah satu konsideran menimbang pada Kepgub 1517/2021 padahal PP Pengupahan telah dicantumkan sebelumnya dalam Kepgub 1395/2021. Hal tersebut dapat dianalisa bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menggunakan formula perhitungan UMP yang diatur dalam PP Pengupahan sebagai dasar dalam menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 pada Kepgub 1517/2021.
Terlepas dari hal tersebut, pada faktanya Kepgub 1517/2021 adalah keputusan Gubernur terbaru yang telah mencabut Kepgub 1395/2021. Kepgub 1517/2021 telah ditetapkan pada 16 Desember 2021 dan dalam diktum kesepuluh menyatakan bahwa Keputusan Gubernur ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2022.
Pasal 57 pada Undang-Undang No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU AP”) mengatur bahwa Keputusan berlaku pada tanggal ditetapkan, kecuali ditentukan lain dalam Keputusan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Keputusan.
Berdasarkan pasal di atas, maka dapat dipahami bahwa terhitung sejak 1 Januari 2022 UMP DKI Jakarta yang berlaku demi hukum adalah UMP berdasarkan Kepgub 1517/2021. Hal tersebut juga sesuai dengan asas hukum Presumptio Iustae Causa yang berarti demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.[7]
D. UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PIHAK PENGUSAHA
UU AP mengatur 3 syarat sahnya suatu Keputusan[8] yaitu (a) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, (b) dibuat sesuai prosedur, dan (c) substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.[9] Terkait dengan penetapan UMP Provinsi, maka seharusnya tidak terdapat perselisihan bahwa benar Gubernur DKI Jakarta adalah pejabat yang berwenang menetapkan UMP DKI Jakarta 2022. Namun apabila penetapan UMP melalui Keputusan Gubernur ternyata terdapat kesalahan prosedur (cacat prosedur) atau kesalahan substansi (cacat substansi) maka Keputusan tersebut dapat dibatalkan.[10]
Merujuk kepada Pasal 66 ayat 3 UU AP, dalam konteks penetapan UMP DKI Jakarta 2022 maka Kepgub 1517/2021 dapat dibatalkan oleh (a) Gubernur DKI Jakarta sendiri, (b) Atasan dari Gubernur DKI Jakarta (Menteri Dalam Negeri), atau (c) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”).
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka mekanisme yang dapat ditempuh adalah:
1. Upaya Administratif
Opsi ini dilakukan dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Gubernur DKI Jakarta paling lambat 21 hari kerja sejak Kepgub 1517/2021 diumumkan.[11] Dalam hal Gubernur DKI Jakarta memutuskan menolak keberatan, maka pihak Pengusaha dapat mengajukan banding secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri selaku atasan Gubernur DKI Jakarta dalam waktu paling lama 10 hari kerja sejak keputusan upaya keberatan dari Gubernur DKI Jakarta diterima oleh pihak Pengusaha.[12]
Dalam hal penyelesaian melalui upaya administratif tidak memuaskan pihak Pengusaha, maka upaya selanjutnya adalah mengajukan gugatan melalui PTUN.
2. Gugatan ke PTUN
PTUN berwenang menerima dan mengadili gugatan sepanjang para pihak telah menempuh upaya administratif[13]. Sebagai penggugat, Pihak Pengusaha wajib memperhatikan jangka waktu pengajuan gugatan yang diatur dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 (“UU PTUN”) dan Pasal 5 ayat 1 Perma 6/2018.
Pertanyaan krusialnya adalah apakah Kepgub 1517/2021 termasuk sebagai objek Keputusan Tata Usaha Negara sehingga menjadi bagian dari kewenangan PTUN untuk mengadili? Hal ini mengingat Kepgub 1517/2021 dapat dianggap tidak mengandung unsur individual karena Kepgub ini tidak ditujukan untuk suatu badan hukum tertentu atau dengan kata lain bersifat umum. Atas isu ini, pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan No 145 G/2019/PTUN.BDG antara APINDO Jawa Barat melawan Gubernur Jawa Barat terkait Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat tahun 2020 dapat dijadikan rujukan bahwa keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum tidak bersifat umum dan berlaku kepada seluruh orang/kelompok masyarakat/profesi yang tinggal di Jawa Barat. Sebaliknya, keputusan Gubernur Jawa Barat berlaku khusus dimana hanya ditujukan kepada pengusaha yang beroperasi atau berkedudukan di Jawa Barat.[14] Selain itu, Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur bahwa penetapan Upah Minimum oleh Gubernur biasanya dalam bentuk keputusan (beschiking) sehingga menjadi kewenangan absolut dari PTUN.[15]
Terkait dengan apakah ada cacat prosedur dalam penerbitan Kepgub 1517/2021, salah satu hal yang dapat dilihat lebih seksama adalah ketentuan dalam PP Pengupahan bahwa penetapan UMP paling lambat pada 21 November 2021. Faktanya pada 19 November 2021, Gubernur DKI Jakarta sudah menerbitkan Kepgub 1395/2021 dengan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp. 4.453.935. Kepgub 1517/2021 sendiri terbit pada 16 Desember 2021 yang mana secara nyata sudah melewati batas waktu 21 November 2021 yang diatur dalam PP Pengupahan. Selain itu juga hal menarik yang bisa dilihat tidak dicantumkannya mengenai rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta untuk penetapan UMP dalam Kepgub 1517/2021. Hal ini berbeda dengan Kepgub 1395/2021 yang mencantumkan mengenai adanya rekomendasi rekomendasi Dewan Pengupahan Propinsi DKI Jakarta melalui surat tanggal 15 November 2021 Nomor I/Depeprov/XI/2021. Oleh karenanya, hal ini akan menjadi pertanyaan apakah UMP 2022 dalam Kepgub 1517/2021 sudah dirundingkan oleh Dewan Pengawas Provinsi DKI Jakarta, yang mana apabila ternyata tidak ada, maka dapat saja dianggap telah terjadi pelanggaran prosedur.
Terkait dengan apakah ada cacat substansi dalam Kepgub 1517/2021, isu utamanya adalah terletak kepada apakah memang benar substansi perhitungan UMP bertentangan dengan formula perhitungan pada PP Pengupahan. Kalaupun benar tidak sesuai dengan PP Pengupahan, apakah substansinya seketika menjadi cacat mengingat alasan-alasan yang tercantum dalam Kepgub 1517/2021 antara lain untuk menjaga daya beli masyarakat serta menjaga keberlangsungan usaha[16]. Diluar itu, hal lain yang dapat diperhatikan adalah adanya ruang bagi Pengusaha untuk memohon melakukan penyesuaian pembayaran UMP 2022.[17] Terminologi “penyesuaian pembayaran UMP” dapat disamakan dengan penangguhan pembayaran UMP yang dahulu diatur pada Pasal 90 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan namun Pasal tersebut sudah dihilangkan dalam UU Cipta Kerja. Dengan demikian maka sebenarnya penangguhan pembayaran UMP sudah tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, sepanjang apa yang dimaksud dengan “penyesuaian pembayaran UMP” secara substansi sama dengan penangguhan pembayaran UMP (namun hanya beda dalam penamaan), maka hal ini berpotensi sebagai bukti adanya cacat substansi karena hukum ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja jo UU Ketenagakerjaan tidak lagi mengenal mekanisme penangguhan pembayaran/pelaksanaan penerapan UMP.
Diluar pembahasan cacat substansi atau cacat prosedur, penggugat juga perlu mempertimbangkan bahwa (1) proses litigasi pada PTUN, tingkat banding dan tingkat kasasi yang dapat menghabiskan waktu lebih dari 1 tahun sementara penyesuaian upah minimum dilakukan setiap tahun[18]dan (2) penetapan UMP akan mempengaruhi bagaimana Pengusaha dalam menentukan Struktur dan Skala Upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun. Oleh karenanya, perlu dipertimbangkan oleh pihak penggugat untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim yang memeriksa gugatan untuk mengeluarkan putusan sela terkait penundaan pelaksanaan Kepgub 1517/2021 selama pemeriksaan sengketa berjalan sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.[19] Hal ini untuk memperjelas UMP mana yang akan dipakai sebagai acuan dalam membuat struktur dan skala upah.
3. Pengaduan kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 68 UU Pemerintahan Daerah mengatur mengenai pemberian sanksi administratif secara berjenjang kepada kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional. Penetapan UMP sendiri merupakan bagian dari program strategis nasional yang dinyatakan pada Pasal 4 ayat 2 PP Pengupahan. Oleh karenanya, terbuka kemungkinan adanya pemberian sanksi administratif dari Menteri Dalam Negeri terhadap Gubernur DKI Jakarta terkait penetapan UMP 2022 yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada (khususnya PP Pengupahan).[20] Pengaduan kepada Kementarian Dalam Negeri dapat menjadi alternatif dalam mencari titik temu mengingat adanya fungsi pembinaan dan pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada setiap kepala daerah.
Peran dari Kementerian Dalam Negeri semakin vital mengingat tidak hanya DKI Jakarta yang menetapkan UMP diluar dari PP Pengupahan. Hal ini merujuk kepada keterangan Zanariah selaku Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan secara daring pada Senin, 29 November 2021[21] yang menyatakan bahwa “Sebanyak 30 provinsi menetapkan UMP tahun 2022 sesuai dengan formula perhitungan pada PP Nomor 36 Tahun 2021 serta sebanyak empat provinsi yaitu, Provinsi Riau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Papua Barat menetapkan UMP tahun 2022 tidak sesuai atau penetapannya lebih besar dari ketentuan formula perhitungan pada PP Nomor 36 tahun 2021.”
(Posisi terakhir menunjukkan ada 5 provinsi yang tidak menetapkan upah sesuai dengan PP Pengupahan. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220103103833-4-304027/bandel-soal-ump-2022-anies-dapat-teguran-anak-buah-jokowi
E. KESIMPULAN
Polemik terkait perubahan kenaikan UMP DKI Jakarta Tahun 2022 memang mendesak untuk segera diselesaikan mengingat angka UMP sebagai benchmark akan menjadi salah satu faktor penentu bagi Pengusaha dalam menentukan kenaikan gaji bagi pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun dalam struktur dan skala upah perusahaan.
Pasal 92 UU Cipta Kerja pada klaster UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa penyusunan struktur dan skala upah adalah kewajiban Pengusaha dan Pasal 109 UU Cipta Kerja pada klaster UU Ketenagakerjaan mengatur adanya sanksi administratif terhadap pelanggaran kewajiban tersebut.
Penyelesaian polemik UMP 2022 dapat diupayakan melalui Menteri Dalam Negeri dengan fungsi pembinaan dan pengawasannya kepada kepala daerah sehingga dapat diperoleh titik temu dan penyelesaian yang komprehensif.
Penyelesaian melalui pengajuan Upaya Administratif dan Gugatan di PTUN juga dapat ditempuh meskipun harus diperhatikan juga dengan seksama terkait putusan penundaan dan apakah putusan yang final - berkekuatan hukum tetap dapat diperoleh sebelum akhir tahun 2022, yang mana pada titik tersebut UMP 2022 sudah akan menjadi tidak relevan karena akan digantikan dengan UMP 2023.
Semoga bermanfaat. Terima kasih.
[1] https://metro.tempo.co/read/1541101/7-poin-penolakan-kadin-atas-langkah-anies-merevisi-kenaikan-ump-dki/full&view=ok
[2] https://www.metrotvnews.com/play/N6GC0Mj5-apindo-dki-jakarta-tetap-menolak-revisi-ump-2022
[3]https://bangda.kemendagri.go.id/berita/baca_kontent/499/34_provinsi_telah_menetapkan_upah_minimum_provinsi_tahun_2022
[4] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/21/22001271/anies-resmi-tetapkan-ump-jakarta-2022-naik-rp-37749-jadi-rp-4453935
[5]https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/29/14545851/kepada-massa-buruh-anies-mengaku-terpaksa-tetapkan-ump-dki-2022-naik
[6] https://news.detik.com/berita/d-5832408/isi-lengkap-surat-anies-ke-menaker-minta-tinjau-ulang-ump-dki-2022
[7] S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia (FH UII Press, 2015) halaman 222.
[8] Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
[9] Pasal 52 ayat 1 UU AP
[10] Pasal 52 ayat 2 jis Pasal 66 ayat 3, Pasal 71 ayat 1 UU AP
[11] Pasal 77 UU AP
[12] Pasal 78 UU AP
[13] Pasal 2 ayat1 Peraturan Mahkamah Agung No 6 Tahun 2018 (“Perma 6/2018”)
[14] Halaman 113
[15] Halaman 115
[16] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211222171015-532-737405/bappenas-dukung-anies-naikkan-ump-5-persen-di-2022.
[17] Diktum ketujuh Kepgub 1517/2021 jo Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja Nomor 3781 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Upah Minimum Tahun 2022
[18] Pasal 26 ayat 1 PP Pengupahan
[19] Pasal 67 ayat 2 dan 3 UU PTUN dan Pasal 65 ayat 3 (b) UU AP
[20] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211222084619-532-737089/kemnaker-isyaratkan-sanksi-revisi-ump-anies-di-tito-karnavian
[21]https://bangda.kemendagri.go.id/berita/baca_kontent/499/34_provinsi_telah_menetapkan_upah_minimum_provinsi_tahun_2022
Mangi Sapang Attorneys at Law solely owns this publication. The content of this publication, the whole or parts, shall not be reproduced, modified, or transmitted by any party with any forms or mechanisms without prior consent from Mangi Sapang Attorneys at Law.
This publication serves only as general information. Any party shall not treat this publication as our professional advice and shall not rely upon it in any circumstances. The interested parties could contact us for specific advice for particular issues or cases.